Selasa, 27 Oktober 2015

Review Film The Bang-Bang Club



Review Film The Bang-Bang Club
Genre              : Action
Rilis                 : 22 April 2011
Sutradara         : Steven Silver
Screenplay       : Steven Silver
Produser          : Adam Friedlander, Daniel Iron,  dan Lunce Samuel
Distributo        : Paramount Pictures
            The Bang-Bang Club adalah sebuah film yang di ambil dari kisah nyata, perjalanan manis pahitnya empat orang jurnalis. Mereka terus berjuang demi mendapatkan suatu karya terbaik di mata dunia.
            Betapa luar biasanya, keberanian Greg Marinovich (Ryan phillippe), Kevin Carter (Taylor Kitsch), Joao Silva (Neel Van Jaarsveld), dan Ken Oesterbroek (Frank Rautenbach), ketika mereka memasuki pertempuran antar Ras yang di dalamnya terdapat keberutalan perang rasial dan kekerasan mengenai pemilu bebas yang pertama kali ada, pasca Apartheid di Afrika Selatan era 90-an. Mereka berlari dengan cepat, bersembunyi di antara puing-puing reruntuhan akibat  perang, dan yang paling menggetarkan hati saya, mereka tetap berjuang mengambil gambar meskipun peluru berseliwuran menghadang mereka. Betapa tidak, nyawa adalah taruhannya.
            Setiap perjuangan pasti ada balasan, seperti halnya Greg  mendapat penghargaan Pulitzer. Pedahal ia sama sekali tidak menduga kalo gambar yang ia dapatkan akan membawa keberuntungan, “ Zulu Spy 1992” (Supporters AANC Burning Alive A Man).
 Namun begitulah hidup seperti daun yang terombang ambing di atas laut, ada kalanya kita bahagia ada kalanya menderita. Ketika Greg mengalami kepedihan-kepedihan dalam dunia jurnalisnya, kekasih Greg Robbin Comley (Malin Akerman) mulai merasakan ketidaknyamanan dengan resiko buruk yang bisa kapan saja menghadang Greg. Namun, Greg malah terlibat kedalam  perang antar Ras semakin dalam.. Pertengkaran kecilpun terjadi antara Greg dengan kekasihnya Robbin.
            Dalam kesibukannya sebagai seorang jurnalis, Kevin mulai ceroboh. Sehingga polisi menemukan ganja  yang ia gunakan. Hal ini membuat nya menjauh dari polisi, ia juga hampir di keluarkan dari The Star. Atas bantuan teman-temannyalah  ia bisa berangkat ke Sudan. Di sana ia berhadapan dengan  masyarakat yang sangat miskin. Kemudian ia menemukan gambar yang menurutnya menarik, gambar itu mengantarkannya pada hal yang lebih baik. Kevin berhasil mendapatkan penghargaan Pulitzer di tahun berikutnya setelah Greg. fotonya Kevin Carter “Bearing Witness 1994” (Gadis Sudan Kelaparan yang di Belakangnya Ada Burung Bangkai Sedang Menunggu Gadis itu Mati untuk di Makan). Sedangkan penghargaan Pulitzer sendiri adalah penghargaaan tahunan untuk bidang Jurnalisme, Sastra, dan komposisi musical. Sejak itulah mereka mendapat perhatian lebih dari berbagai media internasional.
            Greg, Kevin, Ken, dan Joao sudah  mendapatkan  ratusan gambar yang di dalamnya mengandung unsur kepedihan dan penderitaan masyarakat Afrika saat perang antar suku. Keadaan tersebut, nyaris tidak mendapatkan perhatian di mata dunia.
            The Bang-Bang Club di mulai kisahnya sejak Greg bergabung dengan tiga orang jurnalis dari harian The Star, tak lain Kevin, Ken dan Joao. Pada awal Kevin, Ken, da Joao meremehkan kemampun Greg, namun setelah mereka mengenal satu sama lain mereka jadi tahu bahwa Greg memiliki nyali yang luar biasa. Hingga akhirnya mereka larut dalam persahabatan jurnalis yang sangat dalam, tapi tetap bersaing dengan baik.
            Sedangkan sebutan The Bang-Bang Club merupakan  penghargaan yang disematkan  media Internasional kepada mereka sejak tahun 1990-1994.
            Perang antar Ras belumlah berakhir, sehingga mereka pergi ke afrika untuk mengambil gambar. Tanpa di sangka petaka menghadangnya, Ken dan Greg  tertembak. Setelah di bawa ke rumah sakit, yang selamat hanyalah Greg. Kesedihan ini sangatlah menghantui mereka semua. Namun di balik peristiwa ini, akhirnya Greg dan Robin kembali bersama.
            Pada tanggal 27 April 1994, bendera perdamaian Ras di Afrika di kibarkan.  Meskipun semuanya sudah usai,Kematian Ken membuat Kevin down, selain itu bayangan-bayangan jahat terus menghantuinya. Ia merasa hancur dan putus asa. Hingga akhirnya ia bunuh diri.
            Film ini sangat bagus apabila ditonton oleh para pecinta jurnalis. Karena didalamnya terdapat motivasi yang sangat luar biasa keberanian,  kegigihan, dan rasa ingin tahu tertanam dalam film The Bang-Bang Club ini. Pengabdian keempat orang jurnalis tersebut terhadap dunia jurnalis, sangatlah berefek besar. Karena mereka berhasil mengharumkan nama baik jurnalis.
            Sepengetahuan saya, film ini di angkat dari buku “Marinovich and Silva” tentang sensasi ketegangan pasca perang antar Ras di Afrika selatan dan moral. Buku ini di tulis oleh Greg dan Joao setahun setelah tewasnya Ken Oesterbroek dan bunuh dirinya Kevin Carter pada bulan Juli tahun 1994.
            Adapun kata-kata terakhir yang diucapkan Kevin Carter, “l am depressed…without phone…money for rent… money for child support… money for debts… money!!!... l am haunted by the vivid memories of killings and corpses and anger and pain…of starling or wounded children, of trigger… happy madmen, often police, of killer executioners… l have gone tojoin Ken it l am that lucky…”
Bisa jadi, dunia merindukan orang-orang seperti mereka, dan dunia  menunggu kehadiran The Bang-Bang Club berikutnya. Ada pepatah mengatakan “Jika hidup hanya sekedar hidup, apa bedanya kita dengan kehidupan monyet di hutan.” Dunia tahu Jurnalis pasti bisa..
Sekian,, salam semangat….