Review Film The Bang-Bang Club
Genre :
Action
Rilis :
22 April 2011
Sutradara :
Steven Silver
Screenplay :
Steven Silver
Produser :
Adam Friedlander, Daniel Iron, dan Lunce
Samuel
Distributo :
Paramount Pictures
The
Bang-Bang Club adalah sebuah film yang di ambil dari kisah nyata, perjalanan
manis pahitnya empat orang jurnalis. Mereka terus berjuang demi mendapatkan
suatu karya terbaik di mata dunia.
Betapa luar
biasanya, keberanian Greg Marinovich (Ryan phillippe), Kevin Carter (Taylor
Kitsch), Joao Silva (Neel Van Jaarsveld), dan Ken Oesterbroek (Frank
Rautenbach), ketika mereka memasuki pertempuran antar Ras yang di dalamnya
terdapat keberutalan perang rasial dan kekerasan mengenai pemilu bebas yang
pertama kali ada, pasca Apartheid di Afrika Selatan era 90-an. Mereka berlari
dengan cepat, bersembunyi di antara puing-puing reruntuhan akibat perang, dan yang paling menggetarkan hati
saya, mereka tetap berjuang mengambil gambar meskipun peluru berseliwuran
menghadang mereka. Betapa tidak, nyawa adalah taruhannya.
Setiap
perjuangan pasti ada balasan, seperti halnya Greg mendapat penghargaan Pulitzer. Pedahal ia
sama sekali tidak menduga kalo gambar yang ia dapatkan akan membawa
keberuntungan, “ Zulu Spy 1992” (Supporters AANC Burning Alive A Man).
Namun begitulah hidup
seperti daun yang terombang ambing di atas laut, ada kalanya kita bahagia ada
kalanya menderita. Ketika Greg mengalami kepedihan-kepedihan dalam dunia
jurnalisnya, kekasih Greg Robbin Comley (Malin Akerman) mulai merasakan ketidaknyamanan
dengan resiko buruk yang bisa kapan saja menghadang Greg. Namun, Greg malah
terlibat kedalam perang antar Ras
semakin dalam.. Pertengkaran kecilpun terjadi antara Greg dengan kekasihnya
Robbin.
Dalam
kesibukannya sebagai seorang jurnalis, Kevin mulai ceroboh. Sehingga polisi
menemukan ganja yang ia gunakan. Hal ini
membuat nya menjauh dari polisi, ia juga hampir di keluarkan dari The Star.
Atas bantuan teman-temannyalah ia bisa
berangkat ke Sudan. Di sana ia berhadapan dengan masyarakat yang sangat miskin. Kemudian ia
menemukan gambar yang menurutnya menarik, gambar itu mengantarkannya pada hal
yang lebih baik. Kevin berhasil mendapatkan penghargaan Pulitzer di tahun
berikutnya setelah Greg. fotonya Kevin Carter “Bearing Witness 1994” (Gadis
Sudan Kelaparan yang di Belakangnya Ada Burung Bangkai Sedang Menunggu Gadis
itu Mati untuk di Makan). Sedangkan penghargaan Pulitzer sendiri adalah
penghargaaan tahunan untuk bidang Jurnalisme, Sastra, dan komposisi musical.
Sejak itulah mereka mendapat perhatian lebih dari berbagai media internasional.
Greg,
Kevin, Ken, dan Joao sudah
mendapatkan ratusan gambar yang
di dalamnya mengandung unsur kepedihan dan penderitaan masyarakat Afrika saat
perang antar suku. Keadaan tersebut, nyaris tidak mendapatkan perhatian di mata
dunia.
The
Bang-Bang Club di mulai kisahnya sejak Greg bergabung dengan tiga orang
jurnalis dari harian The Star, tak lain Kevin, Ken dan Joao. Pada awal Kevin,
Ken, da Joao meremehkan kemampun Greg, namun setelah mereka mengenal satu sama
lain mereka jadi tahu bahwa Greg memiliki nyali yang luar biasa. Hingga
akhirnya mereka larut dalam persahabatan jurnalis yang sangat dalam, tapi tetap
bersaing dengan baik.
Sedangkan
sebutan The Bang-Bang Club merupakan
penghargaan yang disematkan media
Internasional kepada mereka sejak tahun 1990-1994.
Perang
antar Ras belumlah berakhir, sehingga mereka pergi ke afrika untuk mengambil
gambar. Tanpa di sangka petaka menghadangnya, Ken dan Greg tertembak. Setelah di bawa ke rumah sakit, yang
selamat hanyalah Greg. Kesedihan ini sangatlah menghantui mereka semua. Namun
di balik peristiwa ini, akhirnya Greg dan Robin kembali bersama.
Pada
tanggal 27 April 1994, bendera perdamaian Ras di Afrika di kibarkan. Meskipun semuanya sudah usai,Kematian Ken
membuat Kevin down, selain itu bayangan-bayangan jahat terus menghantuinya. Ia
merasa hancur dan putus asa. Hingga akhirnya ia bunuh diri.
Film ini
sangat bagus apabila ditonton oleh para pecinta jurnalis. Karena didalamnya
terdapat motivasi yang sangat luar biasa keberanian, kegigihan, dan rasa ingin tahu tertanam dalam
film The Bang-Bang Club ini. Pengabdian keempat orang jurnalis tersebut
terhadap dunia jurnalis, sangatlah berefek besar. Karena mereka berhasil
mengharumkan nama baik jurnalis.
Sepengetahuan
saya, film ini di angkat dari buku “Marinovich and Silva” tentang sensasi
ketegangan pasca perang antar Ras di Afrika selatan dan moral. Buku ini di
tulis oleh Greg dan Joao setahun setelah tewasnya Ken Oesterbroek dan bunuh
dirinya Kevin Carter pada bulan Juli tahun 1994.
Adapun kata-kata
terakhir yang diucapkan Kevin Carter, “l am depressed…without phone…money for
rent… money for child support… money for debts… money!!!... l am haunted by the
vivid memories of killings and corpses and anger and pain…of starling or
wounded children, of trigger… happy madmen, often police, of killer
executioners… l have gone tojoin Ken it l am that lucky…”
Bisa jadi, dunia merindukan orang-orang seperti mereka, dan
dunia menunggu kehadiran The Bang-Bang
Club berikutnya. Ada pepatah mengatakan “Jika hidup hanya sekedar hidup, apa
bedanya kita dengan kehidupan monyet di hutan.” Dunia tahu Jurnalis pasti
bisa..
Sekian,, salam semangat….